Demi Adat apa Demi Anak?

Siapa yang disini orang batak??

Saya suka dengan adat Batak, sangat suka.
Kami keluarga muda dengan 2 (dua) orang puteri yang belum pada sekolah malah si bungsu masih berusia 6 bulanan.
Tapi kami sudah ikut punguan margaku dan marga suamiku. Punguan itu sejenis arisan marga. Jadi aku boru Batak dengan Boru Pangaribuan dan suamiku bermarga Simamora. Masih ikut arisan 1 (satu) opung sih memang. Punguan diadakan setiap 1 (satu) bulan sekali di setiap hari Minggu. Biasanya acara seusai pulang gereja. Terus, setiap Minggu wajib mampir ke rumah mertua yang di Cilangkap. Karena mertua juga sering mampir ke rumah untuk lihat anak-anak meskipun sudah tua dan kadang2 di sela2 kesibukannya, jadi rasa saling itu sangat penting bagiku. Kemudian untuk bayi seumuran Joanna yang masih 6 (enam) bulan, yang namanya Imunisasi masih wajib tiap bulannya kan. Jadi kalau di rata2, weekend yang bisa kami pakai tiap bulannya untuk kumpul keluarga inti (Papah, Mamah, Jessica dan Joanna) hanya 3 (tiga) hari. Belum dipotong pestalah, kunjungan kerumah keluarga lah dan lain sebagainya, Seperti bulan Maret ini, no day I cant spend with my kiddos.
Tapi kami enjoy dengan kesibukan adat ini. Katanya mudah2an jadi berkat ya kan?

Kalau dipikir2, alangkah lebih mudahnya kalau adat ini diikutin sebegitunya jika anak2 sudah mandiri. Ya minimal SD lah. Namanya orangtua dengan anak bayi, masak iya nanti si bayi lebih prefer dengan mbak atau pengasuhnya dibanding mamaknya, ya kan. Aduh sedih banget itu.

Yang kedua masalah keuangan. YA ELAH, kenapa ya kalau tahu suami istri kerja dua2nya, pada mikir duit udah macam air. Gak loh, kita mesti lihat dulu tinggalnya dimana, anaknya berapa, uang sekolah anak berapa, pengeluarannya apa aja. Tapi susah kalau cerita kayak gini ke mereka yang gak ngerti. Puji Tuhan punya mamak, bapak (orangtua) dan adek yang pengertian. Tapi selalu kunomor duakan karena adat juga. Di Batak, boru2 itu harus ngikut suami. Lebih ke keluarga suami baik secara moral dan material. Senang kok melakukannya, karena mereka juga adalah keluargaku. Tapi sering kali jadi lupa dengan orangtua sendiri. Terutama tahun ini, biasanya setiap mamak bapak ulangtahun, sebisa mungkin aku membeli sesuatu buat mereka. Tapi kali ini sabar dulu ya mak e pak e. Gak papa, ini kodrat boru. Dan 100% saya tidak membantah dan setuju.

Yang ketiga masih masalah keuangan, kalau ini aku setengah setengah. depend on. Biaya yang dikeluarkan untuk acara adat leluhur yang sebagian besar aku tidak kenal dan sudah tiada. Biaya sudah dihitung dan sudah diberitahukan kewajiban masing-masing orang. Kami siap disitu, meskipun yang lain-lain harus ditahan, misal sekolah Jessica. Kok sekolah sih kan masih 3 tahun, zaman dulu kan gak ya?? Iyalah, zaman dulu juga nokia tulalit , sekarang gak banyak org yang pakai nokia sebagai smartphone. Zaman dulu bahasa inggris dikenalkan pas SD, zaman sekarang anak 3 (tiga) tahun udah lebih jago daripada aku. Zaman dulu mamak bapak cuma mampu disekolahkan opung langsung SD kemudian tamatnya cukup SMA atau D3. Aku dan adekku mulai dari TK A, TK B dan tamat hingga Sarjana. Itulah tujuan orangtua bekerja kan ya. Googling diinternet, gila uang pangkal buat sekolah anak di Kelompok Belajar Katholik rata-rata di atas 10 juta. Sempat nabung, 6 bulanan kami nabung untuk uang pangkal itu. Alhasil kepakai buat yang lain. Hahahahah.....

Back to the topic, karena kita berdua sama-sama kerja, akhirnya diminta untuk membayar lebih. Oke Fine, gak papa sih. Mungkin acara ini lebih penting dari makan, sekolah, atau hal lainnya yang menurutku lebih penting. Karena bagi orang Batak, tunduk sama leluhur itu sangat penting dan mudah2an jadi berkat katanya. Kalau ditanya ke aku pribadi, banyak hal lain yang bisa kita gunakan ladang berkat kita misal panti asuhan, orangtua, adek2 yang dibantu untuk sekolah, orangtua yang di Jakarta, kakak-kakak Jessica yang dirumah, teman-teman di kantor dan lainnya. Tapi oke, cara pandang kita beda. Tapi dasar emak-emak ya, apa2 diperhitungkan dulu. Bayar lebih gak papa, demi adat. Tapi saya dan anak2, dirumah saja, demi anak. Karena matematika saya, kalau ke kampung itu pasti pengeluaran lebih banyak lagi. Beda cerita kalau anak2 sudah dewasa, tidak punya hitung piutang di bank sehingga gaji full tiap bulannya, tidak perlu bayar mbak karena kan anak2 udah besar, mungkin kami sekeluarga akan hadir lengkap beserta biaya patungan yang lebih besar lagi.

Itulah pro dan kontra terlahir sebagai orang Batak. Beda-beda sih memang.
Bagaimana menurut kalian?
Lebih suka demi adat atau demi anak?

Komentar

  1. Demi anak sih aku. Kenapa sih adat batak itu mahal? Kan ga semua kita punya kerjaan yang mapan. Ada yg kerjanya biasa2 aja. Terus harus berapa tahun lagi ngumpulin buat sebuah adat buat kita yang penghasilannya biasa2 aja .Terus setelah adat,mulai menabung lagi dari nol utk rmh,keluarga,anak.
    Bangga jd org batak,tapi adat dan gengsi lah ya yg msh tinggi😂😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya adat batak gak harus mahal. Boleh mahal asal pomparan yang membuat acara di atas rata-rata. Tapi kalau dipaksakan, rasanya itu yang kurang pas ya. Intinya, jika dilaksanakan pada waktu yang tepat dan biaya yang tepat dan well prepared, kayaknya lebih nyaman. Dibandingkan mendadak.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Plaza Summarecon Serpong

MS TOWER

BALI Part 2