Waktu yang tepat untuk mengambil cuti melahirkan




19 September 2018, Usia kandungan 38 minggu.

Saat ini saya sedang menikmati segelas kopi dan bubur kacang hijau di kantor. Tiba di kantor pukul 06.13 pagi tadi, berangkat dari rumah pukul 5.37 pagi. Benar-benar gak sempat sarapan, jadi bubur kacang hijau yang sudah dimasak sejak malam, dijadiin bekal buat pagi. Hari ini juga gak bawa bekal makan siang, karena kebetulan ada training di kantor (mikirnya pasti dapat makan, hahahaha..... I wish ya).

Saya mau sharing sedikit mengenai waktu yang pas buat ambil cuti melahirkan. Bagi anda, 100% Full mommy at home, mungkin cuti melahirkan bukanlah salah satu pertimbangan penting. You get all the time you need, untuk mempersiapkan kelahiran si kecil even sampai lulus ASI EKSKLUSIF. So lucky. Seru kali ya kalau 100% menjadi Ibu Rumah Tangga. But, semua Ibu punya their own reason, kenapa memilih bekerja atau kenapa memilih jadi Ibu Rumah Tangga. Karena, jangan salah, memilih menjadi Ibu rumah tangga bukan hanya karena suami-suaminya berpenghasilan tinggi, tetapi banyak juga Ibu-ibu yang lulusan akademiknya dari Universitas ternama, bahkan luar negeri. Atau bukan hanya sebatas S1 tetapi S2 dan mungkin S3. Mereka memilih untuk be 100% MOM at home. Salute. Tapi jangan juga, jadi berpikiran negatif bagi Ibu-ibu yang masih membagi waktu antara rumah dan kantor. Percayalah, hidup Ibu-ibu ini juga tidak tenang. Whatever you choose, kalian sudah memilih yang benar dan tetap menjadikan kalian Ibu-ibu hebat.

Tapi kali ini saya mau bahas "waktu yang tepat untuk mengambil cuti melahirkan". Di tempat saya bekerja, kami yang melahirkan mendapatkan hak cuti selama 3 (tiga) bulan. Kalian dapat membaca peraturan dari DEPNAKER mengenai cuti melahirkan disini ya. Kelihatannya saja cutinya panjang, tetapi benar-benar tidak berasa, tahu-tahunya harus kembali bekerja. Tiba-tiba sudah 3 (tiga) bulan aja, sementara baru sadar stok ASIP belum cukup, si kecil belum mau menggunakan media pemberian ASI lainnya, belum tega meninggalkan si kecil dengan orang lain (beruntunglah kalian Ibu-ibu, yang anak-anaknya bisa diawasi oleh orangtua, mertua, atau keluarga lainnya, sehingga cukup merasa aman ninggalinnya) meskipun orang lain itu sudah lama ikut kita, tetap aja ya rasanya dag dig dug gitu. Benar-benar gak nyaman kalau masa-masa cuti ini sudah habis. Belum lagi, ketika si kecil mulai suka dengan botol dot sebagai media pemberian ASIP nya dan dia mulai bingung puting. 😕😕😕😕. Mengenang masa-masa ini, benar-benar udah buat takut. Jessica 3 kali mengalami bingung puting, dan perjuangan membuat dia tetap mau menyusui lagi tidak gampang. Menguras emosi, jiwa dan raga (ini seriusan, bukan dilebay-lebay-in). Jangan kalah dengan ego bayi yang gak mau menempel dengan kita, dia keras kepala gak mau nyusu langsung, kita harus lebih keras kepala lagi agar dia mau nyusu lagi. Kapan-kapan aku share tipsnya ya. 

Back to the topic...

Per Minggu depan aku mulai cuti, karena sudah memasuki usia kandungan 39 Minggu. Maunya sih cutinya 2 (dua) minggu lagi. Tapi kali ini berbeda dengan kondisi kehamilan yang pertama. Sekarang, sudah ada kakaknya, jadi 1 minggu sebelum HPL, mau fokus ke kakaknya. Biar si kakak tidak merasa kehadiran dedeknya mengambil semua pusat perhatian darinya. 

Apa kakinya gak berat?
Masih kuat untuk bekerja?
Masih kuat bangun paginya?
Apa pinggang atau bagian bawahnya tidak sakit?
dan pertanyaan-pertanyaan lainnya....

Percayalah, semua yang kalian rasakan selama masa kehamilan, sama kok dengan yang aku rasakan. Bahkan hamil kali ini lebih banyak nikmatnya (baca: sakitnya). Mulai dari kaki yang hampir tiap malam naik betis (untung pak suami selalu siaga dengan minyak karonya), kepala bayi yang sudah nyundul-nyundul bagian bawah (ini sakit banget loh, bahkan suka buat tiba-tiba sesak pipis, padahal pas ke kamar mandi, pipisnya cuma seimprit tetapi kayaknya udah penuh banget), kepala sering pusing dan gejala-gejala lainnya yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. 

Tapi kalau mau ambil cuti lebih lama di depan, kok rasanya gak tega dan gak siap pada saat cutinya habis nanti. Memang sih, aku bisa lebih me time dan prepare-in semuanya lebih fokus. Berikut alasan-alasanku kenapa ambil cuti HPL kurang 1 minggu:

1. Karena ini anak kedua
    Alasan utamanya adalah karena ini anak kedua. Kata orang-orang, anak kedua itu lebih cepat lahirnya daripada anak pertama (benar gak sih). Dulu Jessica lahir di Usia Kandungan 38 minggu 3 hari. Katanya, karena anak pertama itu sudah buka jalan lahirnya, jadi anak kedua sebenarnya cuma ngikut aja. Tapi banyak juga blog atau artikel yang aku baca, kalau anak kedua, ketiga atau berikutnya belum tentu lebih cepat dari anak pertama. Mungkin aja sih karena berat badan bayinya ya. Jadi, beberapa nasehat yang kudapat dari ibu-ibu yang sudah pengalaman melahirkan lebih dari 1 anak adalah usahakan berat badan bayi anak kedua lebih kecil atau minimal sama dengan anak pertama. Jadi sebagai jaga-jaga, kalau ternyata si dedek lahir lebih cepat, aku mulai ambil cuti memasuki usia kandungan 39 minggu. Sekaligus bisa me and daughter time dengan si kakak. 

2. Persiapan ASI Perah
   Ini juga gak kalah penting. Persiapan untuk ASI Perah (ASIP) buat si kecil. Waktu Jessica, aku nyiapin 120 kantong asip sebelum masuk kerja. Tapi lumayan kejar-kejaran juga, karena jadwal pumpingku harus minimal 4-5 kali sehari agar perputaran ASIP tetap terjaga. Puji Tuhan, Jessi baru campur UHT di usia 1 tahun 9 bulan, karena hasil pumping mulai seret ret ret. Jadi minimal harus 120 kantong (masing-masing 100 ml) sebelum kembali bekerja.

3. Menyusui lebih lama
   Menyusui lebih lama sangat erat hubungannya dengan peningkatan volume ASI seorang ibu. Iya dong ya, karena si bayi langsung menyusui dari sumbernya. Menyusui itu prinsipnya supply and demand. Jadi semakin sering si bayi disusui, kapasitas ASI seorang Ibu akan tetap terjaga bahkan bertambah. Meskipun zaman sekarang sudah canggih, dengan banyaknya pilihan alat pumping mulai dari manual maupun elektrik tetap saja menyusui langsung itu lebih mempengaruhi jumlah ASI. Jadi, saya prefer 3 (tiga) bulan menyusui langsung, dengan harapan bisa mengcover kebutuhan ASIP selama 1 tahun atau bahkan 2 tahun.

4. Bonding
  Benar banget ini. Ikatan antara Ibu dan si bayi. Saya pernah ngalami pada masa si bayi bingung puting. Jangankan menyusui langsung, saya gendong atau saya peluk pun nangis kejer. Padahal sebelum saya mulai bekerja kembali, maunya nempel terus bahkan menyusuipun jarang sesuai jadwalnya, bisa lebih pendek 30 menit sekali atau 1 jam sekali. Rasanya sedih banget kalau si bayi gak mau kita peluk bahkan nangis kalau kita susui.

5. Menghindari bingung puting
   Siapa yang pernah ngalami peristiwa menakjubkan ini??
Saya adalah salah satu korban dari peristiwa berat ini. 3 kali. Membayangkannya saja terasa mengerikan. Tapi bayi di atas 6 bulan biasanya sudah tidak mengalami masa-masa ini. Dulu zaman anak pertama, saya mengalami pada saat Jessi usia 3 bulan (awal-awal menggunakan botol dot); 4,5 bulan dan 6 bulan. Terus kenapa gak ganti botol dot dengan media ASIP lain nya seperti cup feeder, sendok dan lain-lain. Saya sudah pernah mencobanya. Bahkan botol medela yang ujungnya seperti sendok juga sudah pernah dicoba. Hasilnya adalah lebih banyak ASIP yang tumpah dan terbuang sia-sia. ASIP terbuang!!!!!! Sesungguhnya ini tidak boleh terjadi, secara perjuangan pumping itu luar biasa melelahkan.

6. Waktu untuk mengawasi pengasuh bayi selama bekerja
  Nah, selama cuti 3 (tiga) bulan bisa kita manfaatin untuk mencari mbak pengasuh bagi si bayi. Selain setelah dapat mbaknya, lebih penting lagi untuk mengarahkan dan membuat jadwal rutin mengenai minum si bayi ditambah jika sudah MPASI nantinya. Karena pengalaman dulu, saya ganti mbak sampai 3 kali selama cuti 3 (tiga) bulan. Untung ada mama yang bisa cuti selama 2 bulanan dan membantu mengawasi si mba pengasuh. Meskipun pada akhirnya lebih banyak mama yang mengasuh dan mengerjakan pekerjaan rumah dibandingkan si mbaknya. Susah sekali mencari mbak yang cocok buat jaga bayi. Karena yang kita cari bukan mbak-mbak untuk menjaga rumah tapi menjaga anak kita. Jadi gak boleh sembarangan.

Yup, mungkin itu 6 (enam) alasan paling teratas menurut saya, kenapa saya ambil cutinya mepet sebelum HPL. Tapi kembali ke Ibu-ibu sendiri, karena kondisi kehamilan orang-orang berbeda ya. Saya juga pernah baca artikel Ibu-ibu yang ngidamnya parah atau terkena pre eklempsia atau ada gejala medis lainnya yang mengharuskan istirahat lebih lama sebelum HPL.

Yang paling penting, kita harus mengetahui kondisi tubuh kita selama hamil ya. Jangan terlalu memaksakan diri atau terlalu lelah. Jika memang kurang fit, ambillah cuti sejenak dan gunakan untuk istirahat. Jika masih kuat untuk beraktivitas atau kembali bekerja, bekerjalah sampai mendekat HPL. Tetapi jika memang tidak memungkinkan, diskusi dengan dokter dan keluarga apakah harus cuti lebih awal.

Semangat dan jaga kesehatan buibu.....


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Plaza Summarecon Serpong

MS TOWER

BALI Part 2